Peraturan Bupati Kabupaten Sukabumi

BUPATI SUKABUMI
PERATURAN BUPATI SUKABUMI
NOMOR : 54 TAHUN 2013

TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
BUPATI SUKABUMI,

BAB 1
KETENTUAN  UMUM
Pasal 1
 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1.     Daerah adalah Kabupaten Sukabumi.
2.     Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
3.     Bupati adalah Bupati Sukabumi.
4.     Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah OPD Pemerintah Kabupaten Sukabumi yang terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, meliputi secretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, badan perencanaan pembangunan daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, lembaga lain, kecamatan dan kelurahan.
5.     Human Immunodeficiency Virus Yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus penyebab AIDS yang digolongkan sebagai jenis yang disebut retrovirus yang menyerang sel darah putih dan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh dan ditemukan dalam cairan tubuh penderita berupa darah,air mani, cairan vagina dan air susu ibu.
6.     Acquired Immune Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS atau Sidroma penurunan kekebalan Tubuh Dapatan adalah Kumpulan gejala penyakit  yang disebabkan oleh HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga daya tahan tubuh melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi.
7.     Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA  adalah orang yang sudah tertular HIV.
8.     Orang yang Hidup dengan Pengidap HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat OHIDHA adalah orang yang terdekat, teman kerja atau keluarga dari orang yang sudah tertular HIV.
9.     Pencegahan adalah upaya yang dilakukan  agar seseorang tidak tertular HIV.
10. Penanggulangan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan, meliputi kegiatan pencegahan, penanganan dan rehabilitasi.
11. Populasi Kunci adalah kelompok masyarakat  yang menentukan keberhasilan program pencegahan dan pengobatan, meliputi orang-orang berisiko tertular atau rawan tertular karena perilaku seksual  berisiko yang tidak terlindungi, bertukar alat suntik tidak steril serta orang-orang yang rentan karena pekerjaan dan lingkungan terhadap penularan HIV serta ODHA.
12. Populasi umum adalah kelompok  masyarakat yang tidak termasuk  dalam populasi kunci.
13. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Sukabumi yang selanjutnya disebut KPA Kabupaten adalah Lembaga Pemerintah yang bersifat non struktual dan multisektor yang menangani permasalahan HIV dan AIDS di Kabupaten Sukabumi.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
 Pasal 2
Maksud dilaksanakannya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS adalah untuk menekan laju epidemik HIV dan AIDS pada populasi kunci dan populasi umum, melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi serta menciptakan suasana kondusif, menyediakan pelayanan, perawatan, dukungan dan pengobatan kepada ODHA secara komprehensif dengan meningkatkan peran masyarakat dan mengembangkan kemitraan.



Pasal 3
Tujuan pengaturan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS adalah:
a.  pengaturan strategi pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS;
b.  peningkatan upaya pencegahan pada populasi kunci, populasi umum dan di pelayanan kesehatan;
c.  peningkatan penyediaan pelayanan konseling dan tes HIV;
d.  peningkatan kualitas hidup ODHA melalui perawatan, dukungan dan pengobatan;
e.  peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam mengoordinasikan dan memfasilitasi penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta pengurangan dampak HIV dan AIDS pada kehidupan sosial dan ekonomi  orang-orang yang terinfeksi dan terdampak HIV;
f.   peningkatan peran masyarakat dalam berbagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS; dan
g.  peningkatan kemitraan diantara pihak terkait secara terpadu dan berkelanjutan dalam pencegahan dan penanggulan HIV dan AIDS.

BAB III
ASAS, RUANG LINGKUP DAN SASARAN
Pasal 4
 Pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan dengan berasaskan:
a.  Ketuhanan Yang Maha Esa;
b.  perikemanusiaan;
c.  manfaat;
d.  perlindungan;
e.  penghormatan terhadap hak asasi manusia;
f.   keadilan;dan
g.  nondiskriminasi;

Pasal 5
Ruang lingkup pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, meliputi :
a.     pencegahan pada populasi kunci dan populasi umum;
b.     konseling dan tes sukarela serta tes HIV;
c.     perawatan dan dukungan pengobatan;
d.     mitigasi dampak sosial; dan
e.     kelembagaan, kerjasama dan kemitraan.

Pasal 6
Sasaran pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:
a.  peningkatan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS pada populasi kunci dan populasi umum;
b.  perlindungan terhadap populasi umum yang rentan penularan HIV dan AIDS akibat pekerjaan dan lingkungan;
c.  peningkatan kesadaran masyarakat terutama pada kelompok umur 15 sampai dengan 24 tahun untuk mengetahui tentang pencegahan dan penularan HIV dan AIDS; dan
d.  meningkatan kesadaran ODHA untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan risiko penularan secara mandiri.

BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
 Pasal 7
Dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, Pemerintah Daerah bertanggung jawab:
a.     mengkoordinasikan dan memfasilitasi penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah dan pemangku kepentingan;
b.     menyediakan fasilitas pendukung, mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
c.     memperkuat sistem kesehatan, meliputi :
1.     upaya kesehatan;
2.     pembiayaan kesehatan terutama pada awal pemeriksaan;
3.     sumber daya kesehatan;
4.     sediaan farmasi;
5.     alat kesehatan dan makanan;
6.     manajemen dan informasi kesehatan;
7.     pemberdayaan masyarakat;
8.     regulasi bidang kesehatan;
9.     pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
10.  penelitian dan pengembangan kesehatan masyarakat;dan
11.  kerjasama dan kemitraan.
d. membina dan mengawasi pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan HIV dan   AIDS di Daerah;dan
e. mendorong dan meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.

BAB V
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
 Pasal 8
(1)  Pemerintah Daerah menyusun strategi pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah dengan  berpedoman pada Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS.
(2)  Strategi pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.    kebijakan, strategi dan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
b.   pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsi serta tata kerja KPA Kabupaten;
c.    peran dan tanggung jawab ODHA;
d.   pemberdayaan ODHA, populasi kunci dan populasi umum dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
e.    mekanisme pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
f.     bentuk serta jenis program dan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS yang dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah;
g.    sumber pendanaan; dan

 


BAB VI
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Bagian Kesatu
Paragraf 1
Umum
Pasal 9
Pemerintah Daerah melakukan pencegahan penularan HIV dan AIDS,melalui :
a.    komunikasi, informasi dan edukasi;
b.   penyuluhan kesehatan reproduksi dan bahaya narkoba;
c.    pencegahan melalui transmisi seksual;
d.   pencegahan penularan dari ibu ke anak;
e.    penyelenggaraan konseling dan tes HIV;
f.     pengurangan damfak buruk penggunaan narkoba dengan jarum suntik;dan
g.    penyelenggaraan kewaspadaan umum.

Paragraf 2
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Pasal 10
(1)   Komunikasi, Informasi dan Edukasi  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disampaikan kepada OPD dan   masyarakat.
(2)   Penyampaian Komunikasi, Informasi dan Edukasi  dilakukan secara benar,  jelas, lengkap dan  tepat sasaran baik secara langsung maupun melalui media.
Paragraf 3
Penyuluhan Kesehatan Reproduksi dan Bahaya Narkoba

Pasal 11
(1)   Penyuluhan kesehatan reproduksi dan bahaya narkoba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi :
a.  komunikasi kesehatan dan perubahan perilaku ;
b.  gender;
c.   kesehatan reproduksi;
d.  infeksi menular seksual;
e.  narkoba; dan
f.    HIV dan AIDS.
(2)   Sasaran penyuluhan kesehatan reproduksi dan bahaya narkoba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada :
a. populasi umum;dan
b. generasi muda di sektor pendidikan formal dan informal.

Paragraf 4
Pencegahan Melalui Tramisi Seksual
Pasal 12
Pencegahan melalui transmisi seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, dilaksanakan melalui :
a.     peningkatan peran pemangku kepentingan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perubahan perilaku berisiko pada individu dan kelompok, melalui transformasi tatanan sosial;
b.     penjangkauan dan pendampingan secara aktif untuk perubahan perilaku dan pemberdayaan populasi dan jejaring sosial;
c.     penyuluhan, pemberdayaan, dan penyediaan informasi kepada populasi umum yang rentan tertular HIV dan AIDS;
d.     pengadaan dan distribusi kondom di Puskesmas, Rumah Sakit, Unit Pelayanan Kesehatan, dan tempat keberadaan populasi kunci, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e.     pengendalian infeksi menular seksual secara komprehensif dan terpadu.

Paragraf 5
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak
Pasal 13
Pencegahan penularan dari ibu ke anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf d, dilaksanakan melalui :
a.  optimalisasi dukungan sosial dan medis bagi perempuan positif HIV agar dapat merencanakan kehamilan, sehingga dapat mencegah penularan dari ibu ke anak yang dikandungnya sejak dini;
b.  penyediaan dan pemberian obat antiretroviral pada ibu hamil dengan HIV dan AIDS;
c.  penyediaan layanan persalinan bagi ibu hamil dengan HIV dan AIDS di setiap Unit Pelayanan Kesehatan  yang memberikan  pelayanan persalinan; dan
d.  dukungan penyediaan makanan pengganti air susu ibu dan konseling kesehatan ibu dan bayi.
Paragraf 6
Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV

Pasal 14
(1)   Penyelenggaran konseling dan tes HIV sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf e, dilaksanakan melalui :
a.     penyediaan layanan konseling pada setiap Unit Pelayanan Kesehatan di Daerah dan tempat lainya yang ditunjuk;
b.     fasilitas layanan konseling yang dilakukan oleh masyarakat dan pemangku kepentingan;
c.      penyediaan layanan tes HIV pada Unit Pelayanan Kesehatan di Daerah dan tempat lainnya yang ditunjuk;dan
d.     kerjasama dengan laboratorium swasta yang memenuhi standar dalam optimalisasi layanan tes HIV.
(2)   Penyelenggaraan Konseling dan tes HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sukarela dan/atau inisiatif petugas.
(3)   Penyelenggaraan konseling dan tes HIV dilakukan secara rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7
Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkoba
Dengan Jarum Suntik
Pasal 15
Pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba dengan jarum suntik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, dilaksanakan melalui :
a.  peningkatan peran pemangku kepentingan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perubahan perilaku berisiko pada individu dan kelompok, melalui transformasi tatanan sosial;
b.  perubahan perilaku dan pemberdayaan populasi kunci pengguna narkoba dengan jarum suntik, melalui kegiatan penjangkauan dan pendampingan yang dilakuan secara aktif pada individu, kelompok dan jejaring sosial;
c.  penyediaan layanan kesehatan, layanan alat dan jarum suntik steril, substitusi oral dan terapi pemulihan ketergantungan obat di Puskesmas, Rumah Sakit, Unit Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya yang ditunjuk; dan
d.  merujuk populasi kunci pengguna narkoba suntik mengikuti program pencegahan HIV dan AIDS yang disediakan oleh penyedia layanan.

Paragraf 8
Penyelenggaraan Kewaspadaan Umum
Pasal 16
(1)   Penyelenggaraan kewaspadaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, dilakukan pada setiap Unit Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya yang ditunjuk.
(2)   Bentuk penyelenggaraan kewaspadaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a.  optimalisasi budaya kesehatan dan keamanan kerja, sesuai ketentuan peraturan perundang-undang;
b.  pengamanan darah donor dan produk darah; dan
c.  perlindungan untuk para tenaga kesehatan.

Bagian  kedua
Penanggulangan
Pasal 17
(1)   Pemerintahan Daerah menyelenggarakan penanggulangan HIV dan AIDS secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
(2)   Penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mencegah, mengurangi serta menghilangkan stigma dan diskriminasi.
(3)   Penyelenggaraan penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya penanganan dan mitigasi dampak sosial.
(4)   Penyelenggaraan penanggulangan terpadu HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan optimalisasi upaya pendekatan berbasis klinis, keluarga, kelompok dukungan sebaya, organisasi profesi dan masyarakat.

Pasal 18
Upaya penanganan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), dilaksanakan melalui :
a.     peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang melakukan perawatan, dukungan dan pengobatan;
b.     pemberian fasilitas kelompok dukungan sebaya dan keluarga, untuk melakukan pendampingan kepada orang yang sudah  terinfeksi HIV dan AIDS;
c.     penyediaan jaminan kesehatan kepada ODHA tidak mampu;
d.     penyediaan dan pelayanan terapi antiretroviral pada Rumah Sakit dan Puskesmas yang ditunjuk;
e.     penyediaan alat dan layanan pemeriksaan HIV dan AIDS pada darah dan produk darah, serta organ dan jaringan tubuh yang didonorkan;
f.      penyediaan dan layanan pengobatan infeksi menular seksual, infeksi opurtunistik, dan layanan kesehatan lain secara berjenjang pada setiap Unit Pelayanan Kesehatan;
g.     pelaksanaan survailans perilaku, infeksi menular seksual, HIV dan AIDS;dan
h.    perawatan ibu hamil dengan HIV dan AIDS dalam mencegah risiko penularan kepada anak.

Pasal 19
(1)   Mitigasi dampak sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), diselenggarakan untuk memulihkan dan memperdayakan ODHA dan OHIDHA yang mengalami dampak sosial, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2)   Mitigasi dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan edukatif baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
(3)   Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan mitigasi dampak sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam bentuk :
a.  motivasi dan diagnosa psikososial;
b.  perawatan dan pengasuhan;
c.  pembinaan kewirausahaan;
d.  akses pendidikan terutama bagi anak dengan HIV dan AIDS;
e.  pelayanan aksesibilitas;
f.   bantuan dan asistensi sosial;
g.  dukungan rumah singgah untuk ODHA;
h. bimbingan mental spiritual;
i.   bimbingan sosial dan konseling psikososial;
j.   bimbingan resosialisasi;
k.  bimbingan lanjut;dan
l.   rujukan.

BAB VII
KELEMBAGAAN
Pasal 20
(1)   Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah, dibentuk KPA Kabupaten yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2)   KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Bupati.
(3)   Susunan keanggotaan KPA Kabupaten,meliputi unsur :
a.  OPD;
b.  instansi vertikal di Daerah;
c.  lembaga swadaya masyarakat yang peduli HIV dan AIDS;
d.  dunia usaha yang peduli HIV dan AIDS;
e.  organisasi profesi yang peduli HIV dan AIDS;
f.   organisasi kepemudaan;
g.  organisasi masyarakat;dan
h. perguruan tinggi.
(4)   Untuk Kelancaran pelaksanaan tugas, KPA Kabupaten dilengkapi dengan Sekretariat Kelompok Kerja dan Panel Ahli yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua KPA Kabupaten.

Pasal 21
(1)   KPA Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 mempunyai tugas melaksanakan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah.
(2)   Dalam penyelenggaraan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA Kabupaten mempunyai fungsi :
a.  pengkoordinasian perumusan penyusunan kebijakan, strategi penanggulangan   HIV dan AIDS sesuai kebijakan, strategi dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional;
b.  pembinaan, pengelolaan, pengendalian, pemantauan dan pengevaluasian pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah;
c.  penghimpunan, penggerakan, penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya yang berasal dari Pusat, Provinsi, Daerah, masyarakat dan bantuan luar negeri secara efektif dan efisien untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS;
d.  pengkoordinasian pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang tergabung dalam keanggotaan KPA Kabupaten;
e.  pelaksanaan kerjasama regional dalam rangka peanggulangan HIV dan AIDS;
f.   penyebarluasan informasi mengenai upaya penanggulangan HIV dan AIDS kepada  kepada aparat dan masyarakat;
g.  memfasilitasi tugas camat dan Kepala Desa/Lurah dalam penanggulangan AIDS di Daerah;
h. mendorong terbentuknya LSM/kelompok peduli HIV dan AIDS;dan
i.   monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS serta menyampaikan laporan secara berkala dan berjenjang kepada KPA Provinsi dan KPA Nasional.
(3)   Dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, KPA Kabupaten berkoordinasi dengan KPA Provinsi dan KPA Nasional melalui sinkronisasi Dan harmonisasi kegiatan sesuai dengan Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS.

BAB VIII
KERAHASIAAN DAN PERLINDUNGAN
Bagian Kesatu
Kerahasiaan
Pasal 22
(1)   Setiap ODHA dapat merahasiakan status HIV.
(2)   Status ODHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dibuka dalam hal :
a.  pencegahan penularan kepada pasangan; dan
b.  membutuhkan layanan kesehatan.

Pasal 23
(1)   Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap ODHA, wajib merahasiakan indentitas, diagnosis riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan ODHA.
(2)   Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibuka dengan ketentuan :
a.  untuk kepentingan ODHA;
b.  atas perintah pengadilan;
c.  permintaan dan/atau persetujuan ODHA;dan
d.  kepentingan penelitian, pendidikan dan audit di bidang kesehatan sepanjang tidak menyebutkan identitas ODHA.
(3)   Permintaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat(2), wajib dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Bagian kedua
Perlindungan

Pasal 24
(1)   Setiap orang yang mengetahui ODHA di lingkungan,dapat melakukan perlindungan dari stigma dan tindakan diskriminasi.
(2)   Setiap penyediaan layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada ODHA tanpa diskriminasi.



Pasal 25
Perlindungan terhadap risiko tertular HIV dan AIDS, dilakukan dengan ketentuan:
a.     setiap orang yang  merasa dirinya berisiko tertular HIV dan AIDS wajib melakukan konseling dan tes HIV;
b.     setiap orang yang mengetahui dirinya dan/atau pasangan mengidap atau diduga mengidap HIV dan AIDS wajib melindungi pasangannya dari resiko tertular HIV dan AIDS;
c.     setiap orang yang menggunakan jarum suntik, jarum tato,  jarum akupuntur atau  alat lain sejenis untuk tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orangt lain wajib menggunakan jarum steril;
d.     pasangan yang akan menikah dapat melakukan konseling dan tes HIV untuk melindungi secara dini dari resiko tertular HIV dan AIDS;dan
e.     setiap pengusaha /pimpinan badan usaha/pimpinan instansi /pimpinan lembaga sosial melaksanakan perlindungan untuk mencegah dan menanggulangi HIV dan AIDS di tempat kerja/sekolah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PERAN DUNIA USAHA  DAN MASYARAKAT
Bagian  Kesatu
Dunia Usaha
Pasal 26
(1)   Setiap pengusaha wajib berperan dalam melakukan upaya pencegahan  dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja.
(2)   Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.  pengembangan kebijakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
b.  penyebarluasan informasi dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di tempat kerja;
c.  pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh denagn HIV dan AIDS dari tindakan dan perlakuan diskriminatif;dan
d.  penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
Setiap pengusaha wajib memberikan hak kepada setiap pekerja/buruh dengan HIV dan AIDS  untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kerja sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Pasal 28
(1)   Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pengembangan kebijakan pencegahan dan penangulangan HIV dan AIDS di tempat kerja.
(2)   Pengusaha dan/atau serikat pekerja/serikat buruh melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja, yang dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah.
(3)   Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga atau ahli di bidang HIV dan AIDS.
Bagian kedua
Masyarakat

Pasal 29
(1)   Masyarakat berperan secara aktif dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS,sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi :
a.  perseorangan;
b.  keluarga;
c.   kelompok;
d.  tokoh agama;
e.  tokoh masyarakat;
f.   organisasi keagamaan;
g.  organisasi fropesi;dan/atau
h. organisasi kemasyarakatan.
(3)   Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan penyebarluasan informasi HIV dan AIDS, pendampingan dan penjangkauan serta upaya peniadaan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA dan OHIDHA.
(4)   Pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS oleh masyarakat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi yang dilakukan berdasarkan prinsip transparansi, partisipasif dan akuntabel serta memperhatikan nilai agama dan budaya.

BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Pembiayaan yang diperlakukan untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah dibebankan pada:
a.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b.     Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
c.     Anggaran Pendapatan  dan Belanja Daerah;
d.     sumbangan masyarakat;
e.     dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
f.      bantuan asing sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan;dan
g.     sumber pendanaan yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KERJASAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerjasama
Pasal 31
(1)   Pemerintah Daerah mengembangkan kerjasama dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
(2)   Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan antara Pemerintah Daerah dengan :
a.  Pemerintah;
b.  Pemerintah Provinsi;dan
c.   Pemerintah Kabupaten/kota lain.
(3)   Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),meliputi:
a.  peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat;
b.  penguatan kelembagaan KPA Kabupaten;
c.  penguatan pencatatan dan pelaporan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
d.  pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba dengan jarum suntik;
e.  pencegahan HIV melalui tranmisi seksual;
f.   penguatan layanan dan rujukan untuk perawatan, dukungan dan pengobatan;dan
g.  kerjasama lain yang diperluaskan sesuai kesepakatan.

Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 32
(1)   Pemerintah Daerah membentuk kemitraan dengan dunia usaha, lembaga bantuan internasional dan/atau lembaga lain dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
(2)   Kemitraaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kegiatan :
a.  pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi sumberdaya manusia;
b.  penelitian dan pengembangan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
c.  tidak lanjut hasil skrining darah donor yang reaktif dari unit transfuse darah kelayanan konseling dan tes HIV;
d.  pemberdayaan ekonomi lapangan kerja bagi ODHA;dan
e.  kegiatan lain sesuai kesepakatan ,dengan prinsip saling menguntungkan.



BAB XII
PENGHARGAAN
Pasal 33
(1)   Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada perorangan, masyarakat dan lembaga yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.
(2)   Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
a.  piagam;
b.  bantuan program;
c.   bantuan sosial;dan
d.  bentuk perhargaan lainnya.
(3)   Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XIII
LARANGAN
Pasal 34
(1)   Setiap ODHA dilarang dengan sengaja mendonorkan darah, produk darah,organ dan/atau jaringan tubuhnya kepada orang lain.
(2)   Setiap orang dan lembaga yang menyelenggarakan donor darah, produksi darah, organ dan/atau jaringan tubuh dilarang mendistribusikan darah, produksi darah, organ dan/atau jaringan tubuh yang diketahui dan/atau diduga tertular HIV dan AIDS.
(3)   Setiap ODHA dilarang menularkan HIV dan AIDS kepada pasangannya dan/atau orang lain.

BAB XIV
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 35
(1)   Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
(2)   Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a.     penyediaan dan pemberian informasi tentang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif;
b.     penguatan kelembagaaan KPA Kabupaten secara komprehensif;
c.     penguatan Rumah Sakit, Puskesmas dan unit kesehatan lainnya agar mampu melakukan pencegahan, penanganan dan rehabilitas medis serta menyediakan sarana penunjang dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;dan
d.     monitoring, evaluasi dan pelaporan secara berkala agar penanggulangan HIV dan AIDS dapat diselenggarakan secara optimal serta mampu meningkatkan dan memperbaiki pelaksanaan program secara terarah.


BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sukabumi.

 

 

Tidak ada komentar: